12 MEGAPIXEL [15]

9218374206751268Ck4nQwwfcSelama ini kupikir hanya aku yang terluka, ternyata kamu merasakan sakit yang teramat sangat, jauh melebihi apa yang pernah kurasakan.

Di sebuah kota dimana aku dan kamu tidak mengenal siapapun, kita bergenggaman tangan. Tanpa bicara, kita menikmati kebersamaan ini. Lalu kita berjalan menuju pusat kota, ada sebuah pemutaran film perdana yang sangat ingin kamu tonton.

Saat kamu sedang sibuk membeli tiket, tak sengaja aku bertemu dengan salah satu kolegaku, sesosok pria yang tinggi dan tampan. Ia langsung mendekati dan menyapaku dengan ramah sembari meminta maaf berulangkali karena kami selalu gagal makan malam bersama karena jarak dan kesibukan kami masing-masing.  Pria itu juga humoris dan aku selalu tertawa tiap kali ia bercanda seperti saat ini. Tiba-tiba, BUKK!!

Kamu memukul pria itu dengan ekspresi marah, pria itu terhuyung memegang pipinya yang pasti sebentar lagi legam, dan entah mengapa tiba-tiba kamu mengarahkan lagi pukulanmu kearahnya, tapi kali ini pria itu cepat menghindar, dan tanganmu mengenai sebuah kaca, dan berdarah.

Cepat-cepat aku membungkus tanganmu dengan sapu tanganku. Sekilas aku meminta maaf dengan isyarat mimik muka kearah kolegaku, dan kolegaku segera memberi isyarat bahwa dia mengerti dan akan mengurus kerusakan yang terjadi.

Lalu aku menuntunmu keluar dari kerumunan dan membawamu ke hotel. Sepanjang perjalanan kamu hanya diam. Kali ini kamu tak lagi mampu menutupi kesakitan dan kepahitan yang selama ini kamu rasakan. Aku tetap merangkul lengan tanganmu yang terluka hingga kamu duduk di ranjang hotel tempat kita menginap.

Setelah aku mengobati luka di tanganmu, kamu mulai tampak nyaman.

“Dia cuma teman biasa.” Kataku lembut.

Lalu kamu menatapku, “Aku enggak mau kehilangan kamu untuk kesekian kalinya.”

Aku semakin terluka melihat kepedihan di matanya.

“Berapa banyak pil pahit yang sudah kamu telan?” Tanyaku dengan sangat hati-hati.

Kamu berpaling dariku dan matamu nanar.

“Saat aku memilihnya sebagai isteriku dan bukan kamu, itu adalah pil pahit pertama yang harus kutelan. Setiap pelukannya,  ciumannya, dan cintanya, bahkan tiap detik bersamanya adalah pil-pil pahit yang terus menerus harus kutelan. Saat kamu  pernah menghilang dariku, pil-pil pahit itu terasa makin pahit.” Katamu sendu dan sedih.

“Bukankah aku pil pahit terbesarmu? Demi aku, demi impianku?

Kamu tidak menjawab, namun matamu menjadi berkaca-kaca.

Kejujuran yang kamu paparkan membuatku ingin menjerit, apakah kita harus selamanya seperti ini? Tak bisakah kita mengubah jalan hidup? Tak adakah yang bisa kita lakukan untuk membuat kita bisa bersama?

Namun kata-kata itu tak terucap, karena malam ini, aku hanya ingin memelukmu erat-erat. Kurengkuh kedua bahumu dari samping, dan kubiarkan kepalamu berada di pelukanku. Aku berharap aku bisa meluruhkan kepahitan yang selama ini harus kamu telan, dan menggantikan kasih sayang yang selama ini tak pernah kuberikan padamu secara  utuh.

Kamu terisak di pelukanku. Lama dan menyakitkan.

Pesan-pesan yang berderet di layar smartphoneku yang tergeletak tak jauh dariku adalah satu-satunya yang membuatku sadar akan realita.

Honey, udah fix ya, gedung sama mobilnya.

Honey, kamu dimana? Mama nyariin tuh.

Designer baju pengantin kita katanya gak bisa nelepon kamu dua hari ini, honey. Call him back, ya.

Honey, please tell me where are you. I’ll pick you up.

The end.

<12 Megapixel 14

<Cerber | 12 Megapixel

Tinggalkan komentar