Waiting for Superman*

178173728978112330DdIPJsPScKamu adalah satu dari sebagian kecil manusia di dunia ini yang percaya kalau Superman itu tak selalu bercelana merah dan berbaju ketat warna biru, atau pria tampan yang gagah.

Malam itu kamu pulang dan menangis. Denganku, kamu tidak pernah banyak berkata-kata. Kamu bilang, aku seperti cenayang yang selalu bisa memahami dan mengerti tanpa membutuhkan kata sedikitpun.

Kamu memelukku erat-erat. Terus menangis hingga akhirnya kamu lelah dan tertidur di sampingku.

Di pagi hari, kamu selalu tampak lebih baik, seolah luka di hatimu menguap bersama embun pagi hari. Kamu dan santapan pagimu adalah matahari bagiku. Lalu kadang-kadang kamu menyanyikan sebuah lagu di dekat telingaku, yang walaupun kadang lagumu adalah lagu ceria, aku tetap menitikkan air mata.

Lalu kamu hapus tetesan air mataku cepat-cepat, dan kamu kadang menghiburku dengan design-design baru yang kamu buat. Kamu adalah model sekaligus designer yang cantik dan pintar. Seolah di atas catwalk, kamu memperagakan baju-baju buatanmu dengan sangat atraktif. Harusnya aku bisa tersenyum bangga atau tergelak senang saat melihatmu.

Aku sangat merindukanmu dan sekaligus berharap kamu segera mau melepaskanku pergi.

Pepeto. Aku tahu sahabatku sendiri pernah dan selalu mencintaimu. Hari ini dia tak lagi mengunjungiku. Bahkan dia mungkin berpikir aku tak ada lagi, karena kali ini dia berbicara padamu dengan sangat terang-terangan di pintu kamarku.

“Please, let him go.” Kata Pepeto membujuk dengan tegas.

Kamu menggeleng perlahan, “I won’t.”

“Kamu mau sampai kapan menunggunya?” Desak Pepeto dengan perasaan sesak.

“Pepeto, please.” Sahutmu lelah namun tetap pada pendirianmu.

Mereka terdiam sesaat. Sampai Pepeto kembali berkata.

“Dia terjebak di tubuh itu. Bahkan kemungkinan besar dia menderita. Please, let him go. Then, you can move on.” Kata Pepeto. Perkataan yang penuh konsekuensi namun diucapkan dengan sangat ringan.

“If I move on, then it should be with him.” Katamu lirih dan bergetar, namun tak tergoyahkan.

Air mataku menetes tanpa dia dan kamu sadari.

“Kenapa sih kamu ngotot banget?” Tiba-tiba emosi Pepeto bergolak.

“It’s also about him, or you just think about yourself?” Lanjut Pepeto cepat.

Kamu mendongak, dan dari gesture tubuhmu, aku tahu kamu pasti marah.

“Bertahun-tahun yang lalu, situasiku lebih buruk daripada dia sekarang, Pepeto. Aku model terkenal dengan karir hancur karena drugs. Banyak laki-laki yang berada di sekitarku, yang kupikir akan menyelamatkanku, tapi semua hanya ingin memanfaatkan kerapuhanku. Aku di batas kemampuanku, tak lagi mampu bertahan hidup. He saved me, Pepeto.”

Sesaat kamu menoleh kearahku, lalu kembali berbicara pada Pepeto.

“He’s not a richest man in this world, nor the most handsome man. He didn’t have any sword or gun to kill bad guys in my life, but he knew how to save me from them. He taught me to breathe again. He saved me, Pepeto. He never gives up on me.” Katamu lalu terisak lirih.

Pepeto mengangguk-angguk pelan.

“Dan sekarang, walaupun dia sudah terbaring selama seratus sebelas hari di ranjang itu, tanpa bisa berkata-kata atau bahkan menyentuhku, he’s still my superman. I won’t never give up on him.” Katamu dengan sangat lantang dan tegas.

Tiba-tiba aku merasa sangat sesak. Monitor yang terhubung dengan tubuhku berbunyi sangat keras. Aku melihatmu dan Pepeto langsung berlari panik kearahku, lalu semua gelap.

Selama beberapa saat gelap, dan saat aku membuka mata, kamu sedang tertelungkup tidur di ranjangku. Aku belum sadar sepenuhnya dengan kondisiku, yang aku tahu, aku hanya sangat ingin mengenggam tanganmu.

Akhirnya, tanganku bisa menggenggam tanganmu.

Pemandangan yang paling indah kemudian terjadi di depan mataku; kamu terbangun dan terkesiap melihat tanganku menggenggam tanganmu, lalu dengan wajah yang merona karena cinta dan mata bercahaya penuh harap, kamu menatap ke arah wajahku.

Aku hanya sangat ingin tersenyum padamu.

Kamu berteriak senang, “Kamu tersenyum, sayang. You’re so handsome!”

Lalu kamu menciumi wajahku. Aku mulai merasakan syaraf-syarafku bekerja sebagaimana mestinya.

Kamu berbisik padaku, “You are my superman, always be.”

The end.

*Inspired by this song.