Gather Together

family tree8Saat kamu memiliki banyak pilihan, disaat itulah kamu harus tetap bertahan.

Sahabatku yang satu ini selalu keren dengan gaya yang ia ciptakan sendiri. Banyak majalah mengincar eksekutif muda satu ini karena selain penampilannya yang selalu menjadi trend setter, juga karena begitu banyak talenta yang ia miliki dari memainkan berbagai alat musik, menulis blog, pergaulan luas, modeling, fotografi, dan sangat menguasai bidang ilmu yang digelutinya; arsitektur.

Portofolionya sepanjang jalan tol Jagorawi. Berbagai bangunan di dalam maupun di luar negeri mengukuhkan dirinya sebagai seorang arsitek muda berbakat, karena beberapa diantaranya bahkan telah membuat dirinya menyabet berbagai penghargaan.

Banyak teman mengelilinginya, tapi ia sangat piki memilih orang-orang yang boleh berada di lingkaran terdalam hidupnya. Ia diamkan saja orang-orang yang merasa kegeeran dan merasa merekalah orang terdekatnya. Toh tidak ada untung rugi untuknya kalau ia menyanggah.

Tentu kehidupan yang ia jalani tampak sangat megah dan mewah. Namun, sebenarnya ia menyimpan perasaan kehilangan yang tak akan pernah sembuh. Sekaligus sifat menyebalkan yang memang layak ia miliki; sombong, percaya diri, optimis, sekaligus individualis. Itulah mengapa ia juga identik dengan earphones yang selalu menghiasi kedua telinganya, menunjukkan bahwa hanya dirinya sendirilah yang berhak menentukan kapan dan apa yang ingin didengarnya dari dunia. Oh satu hal lagi, ia juga sangat perfeksionis.

Itulah alasan aku disini. Tiap pagi dan malam, seorang koki terkenal dari hotel bintang lima, ia sewa hanya untuk menyiapkan makan pagi dan malam. Hanya karena ia sahabatku dari sejak kami belum tahu cita-cita yang ingin kami raih, aku bersedia disewa secara pribadi olehnya. Paling enggak, biar sahabatku ini mau dan bisa makan teratur.

Hanya saja, sudah beberapa hari ia tak menyentuh masakanku, kalaupun ia makan, hanya sepotong dua potong. Sama halnya seperti makan malam kali ini.

“Kalau kamu udah bosan sama masakanku, kamu pecat saja aku.” Kataku santai.

Ia mencopot kedua earphonenya, dan menengok kearahku sambil tersenyum simpul, “Kamu ternyata lebih sombong daripada aku.”

Kami tergelak bersama. Lalu ia terdiam dan melihat kearah luar jendela apartmentnya. Kota bertaburkan cahaya lampu.

“Banyak koki yang memberikan nomer telepon bahkan sampel makanan padaku beberapa saat terakhir ini. Sebenarnya aku tertarik dengan koki berpayudara besar dan sedang ngehits di dunia pertelevisian negeri ini.” Katanya ringan dan bernada jenaka.

“So, what are you waiting for then?” Tanyaku menantang lantang dengan nada manis merajuk.

“Aku ingin masakan negeri Alaska untuk breakfast, dan masakan negeri Maroko untuk dinner. Itu untuk dua minggu ke depan. Berikutnya, I’ll let you know later.” Jawabnya tegas dan tak terbantahkan.

Kami saling menatap tajam.

Dua minggu berlalu, aku bekerja keras memenuhi tantangannya. Setiap hari selama dua minggu, walau kami jarang bertemu, karena setelah selesai memasak aku harus kembali ke kesibukanku yang lain, sementara ia keluar dari kamar kerjanya selalu tepat di saat jam makan, aku tahu ia selalu menghabiskan masakanku tanpa sisa. Aku tersenyum puas.

Di pagi hari yang cerah, kami bertemu lagi sambil menikmati makan pagi ala Alaska.

“Untuk menu berikutnya, aku ingin kembali ke menu-menu andalan kamu.” Katanya santai.

Aku tersenyum geli, “kamu tahu aku tak akan meninggalkan kamu.”

Ia menggeleng-gelengkan kepalanya, “Dan aku memang tak pernah punya keinginan melepasmu.”

Kali ini aku yang memandang ke luar jendela. Jakarta pagi ini berkabut.

“Why you did that to me?” Tanyaku sambil mengawang.

Ia alihkan wajahku kearahnya, kami saling bertatapan, dan ia menjawab, “Supaya kita bisa sama-sama belajar untuk berkomitmen.”

The end.