The Smile that I Don’t Really Have

Maafin orang emang gak mudah, apalagi maafin orang yang gak pernah minta maaf ke elo, Vole. 

 

Mosh. Dari sekian temen-temen gue yang beraneka warna, gue paling nyaman sama Mosh. Makhluk hidup tanpa warna dan super enggan bergaul padahal banyak banget yang pengin jadi temen doi.

Hujan turun dengan deras setelah berhari-hari mengalah sama matahari yang masih pengin eksis dengan sinarnya yang terik di musim hujan.

“Lo tahu gak kenapa di musim hujan malah sering-seringnya panas?” Tanya Mosh ringan.

“Global warming kan.” Jawabku klise.

Mosh menggeleng tegas sambil ngeliatin hujan dengan senyum tipis.

“Mungkin kalau boleh memilih, hujan gak pernah pengin datang ke bumi, dan berkompetisi dengan matahari. Hujan cuma berusaha menyeimbangkan ekosistem.” Jelas Mosh dengan santai.

“Hah?” Aku menatap Mosh dengan kaget.

Mosh tersenyum dan menyodorkan wine kearahku. Aku menerima dan meminumnya, masih dengan mata mengernyit dan kerut di dahi.

“Pengin hadiah natal apa lo Vole dari gue?” Tanya Mosh dengan tatap mata jenaka.

“Ferrari boleh gak, Mosh?” Jawabku jujur dengan gelak tawa.

Joke-joke sampah pun mulai mengisi perbincangan gue sama Mosh selama beberapa saat sampai akhirnya diam kembali hadir, mengingatkan kalau hujan masih turun dan obrolan super melo bisa kapan aja kembali menyelinap.

“Mosh, kok gue belom bisa maafin mantan gue ya, padahal doi udah berulangkali minta maaf.” Tanyaku sedih.

“Maafin orang emang gak mudah, apalagi maafin orang yang gak pernah minta maaf ke elo, Vole.” Jawab Mosh tenang.

Aku merangkul lengan Mosh dan menyandarkan kepalaku ke bahunya.

“Sakit banget ya, Mosh?” Tanyaku hati-hati.

Mosh tersenyum. Senyum yang selalu menghias wajahnya walaupun gue tahu hidupnya gak pernah mudah dan banyak yang berhutang maaf sama makhluk yang satu ini. Mosh selalu tersenyum. Mosh selalu memaafkan.

“Vole, lo maafin mantan lo ya.” Kata Mosh mengabaikan pertanyaanku.

“Will do, Mosh. Tapi Mosh, gak semua orang harus lo maafin juga kan, Mosh.” Jawabku tegas tapi lembut.

“Satu aja. Kadang gue pengin at least ada satu orang yang minta maaf ke gue, Vole. Pasti gue peluk-peluk dan gue traktir kopi mahal!” Jawab Mosh selalu dengan senyum dan tawa, dan mata yang berkaca-kaca. Oh, Mosh!

“Mosh, maafin gue ya.” Kataku sambil mengerling jenaka.

Mosh tergelak dan kita balik lagi hanyut ke joke-joke sampah. Mosh, sosok yang paling hebat keluar dari situasi melo dengan gelak tawanya, walaupun hatinya selalu kelabu.

The end.

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan komentar